Senin, 21 Desember 2015

Jualan Bukan Hanya Cari Duit, Tapi Niat Menolong Orang


Aku terjun ke milagros, awalnya dari niat membelikan untuk ayahku saja supaya dia selalu sehat dan aku tidak perlu sengsara mengurus segala keperluannya bila sesekali aku mudik.

Ketika aku menjadi agen/distributor/member milagros, aku membawa milagros ke daerah domisiliku karena ingin membantu orang-orang di sekitarku tahu tentang produk keren asli Indonesia ini. Itu seperti halnya aku ingin mempopulerkan kelor dan kandungan gizinya yang luar biasa. Seperti juga ketika aku mendatangkan prohormax—untuk membantu petani, peternak dan pembudidaya ikan di daerah Hulu Sungai yang menjadi tempat tinggalku sekarang.

Dua bulan menjadi member, aku melangkah ke stockist. Menjadi pra-stokis dulu sebagai proses wajib sebelum menyandang status “stokis”. Bukan karena potensi penghasilan yang lebih besar, tetapi karena dengan menjadi stokis aku bisa mengurangi harga jual produk milagros—karena aku bisa mendapatkan milagros tanpa ongkos kirim, dan stokis dikenai peraturan ketat tentang harga jual produk, yaitu [saat ini] Rp 350.000,- per box (isi 12 botol) dan Rp 35.000,- per botol; tidak boleh kurang, tidak boleh lebih.

Jelas, menjadi stokis itu potensi profit jualannya jauh berkurang. Sedangkan potensi membentuk jaringan sebenarnya hampir sama. Ya, kalaupun hanya agen/member biasa, kalau dia aktif ya pasti bisa saja membangun jaringan bisnis milagros.

Bagi saya, kenapa jualan milagros? Untuk membantu orang: (1) memberi mereka akses pada produk berkualitas tinggi yang bisa menjadi obat bagi berbagai macam penyakit; (2) menunjukkan sarana yang lebih murah untuk sehat dan/atau sembuh dari berbagai  macam penyakit; dan bila ingin menambah jalan rejeki (3) menjembatani orang untuk menjalankan bisnis bermodal murah (hanya Rp 350.000,-) dan memperoleh hasilnya.

Memangnya kenapa harus menolong orang? Kenapa tidak diminum sendiri saja? Kenapa tidak dijual sendiri saja agar profitnya tidak terbagi dengan orang lain?

Karena kebahagiaan itu datangnya dari menolong orang, bukan dari mengambil untuk diri sendiri.

Kamis, 10 Desember 2015

Demo Milagros Pertamaku: Scalar Energy


Aku ingat betul, aku lebih suka membaca-baca brosur dan “perangkat perang” si agen milagros ketika dia mendemonstrasikan produk milagros. Untungnya, entah karena tidak fokus membaca atau punya sedikit skill mata-mata, aku sempat melirik dan mengingat ucapan orang-orang di sekitarku saat itu.

Di kemudian hari, ketika aku menjadi agen milagros dan harus menjelaskan tentang kehebatan air minum superistimewa itu, ingatan dari demo produk yang tidak kuperhatikan itu menyelematkanku. Tidak … bukan saja menyelamatkanku, tapi juga memberiku penjualan yang bagus.

Ketika teringat itu, saya langsung berikan demo kepada beberapa orang yang tertarik dan bertanya tentang apa itu milagros. Kutirukan apa yang kuingat itu. Kuminta salah satu dari mereka—yang bobot badannya jelas-jelas lebih berat daripada aku—untuk berdiri dengan kedua tumit dan kaki rapat. “Aku akan menarik tanganmu ke bawah, kamu jangan biarkan lutut dan pinggangmu tertekuk. Kalau nanti mau ambruk gara-gara kutarik tanganmu ke bawah, ya jatuh aja. Toh, jatuhnya ke arahku. Nanti aku yang menahan, atau kamu jatuh saja menimpaku,” ujarku.

Well, posisi yang kuminta itu adalah posisi yang sangat gampang dirobohkan. Berat badanku hanya di kisaran 54 kg, tapi hingga saat ini, sebesar apapun orangnya, tidak ada yang tidak tumbang saat kuminta ambil posisi demikian dan kutarik tangannya ke bawah. Pada awalnya sih …

Karena, kemudian kuletakkan sebotol spray milagros (milaspray) di sakunya sebelum kulakukan hal yang sama seperti sebelumnya. Hanya saja, memang terbukti, setelah milaspray ada di kantong teman yang berdiri dengan kedua kaki dan tumit rapat, sangat susah bagiku menumbangkannya dengan cara menarik tangannya ke bawah. Bahkan sampai kedua kakiku terangkat—yang artinya aku menggunakan seluruh berat badanku untuk menarik tangannya ke bawah—ia tetap tidak tumbang. Bahkan pernah juga itu kulakukan pada seorang perempuan kru TVRI Kalsel. Hasilnya sama.

Demo lain, tetap dengan si mungil milaspray. Kuminta orang mengangkat benda berat yang terlihat di sekitar kami mengobrol. Ada yang pernah mengangkat speaker besar, pot bunga besar, dan yang paling sering kalau outdoor adalah pantat sepeda motor. Setiap orang yang pernah kuminta—atau tepatnya kutunjukkan bukti manfaat energi skalar milagros—selalu merasakan perbedaannya antara mengangkat barang saja dan mengangkat barang sambil mengantongi sebotol milaspray.

Gilanya, berkali-kali kutunjukkan hal itu kepada banyak orang, tanpa pernah sekalipun aku mencobanya sendiri. Lupaaaa … hehehe …. Well, akhirnya, aku mencobanya sendiri sekitar dua bulan setelah demo pertamaku.

Tapi, itu bukan eksperimen pribadi pertamaku. Karena satu bulan sebelumnya aku sudah mendemokan energi skalar yang terkandung dalam milagros dengan cara lain. Itu ketika si Surya—teman sekantor beda bagian yang tidak kurus dan badannya lebih tinggi dariku—mau membeli milagros dariku. Membeli tapi hanya karena penasaran. Hanya sebotol. Kutunjukkan energi skalar milagros dengan cara menantangnya panco. Aku menang? Tidak. Karena faktor beda berat dan tenaga, saat itu jam 14, aku masih duduk di meja kerjaku, belum makan siang, sedangkan si Surya mendatangiku setelah makan siang. Pada kesempatan pertama, aku kalah hanya dalam 10 detik, dan berakibat tangan dan sekujur lenganku bergetar seperti orang kelaparan. Ya, memang lapar. Itu jam dua siang dan aku belum makan apa-apa selama 6 jam. Tapi pada kesempatan kedua, si Surya harus berusaha keras untuk bisa mengalahkanku, dan makan waktu 50 detik lebih—gara-gara aku melawannya sambil memeluk sebotol milagros di tangan kiriku. Itu sebotol yang kemudian dia beli. Hehe ..

Rabu, 09 Desember 2015

Membawa Milagros Via Bandara


Sponsorku di milagros adalah seorang stokis. Tapi ia di kampung kelahiranku, berseberang laut dari kampung tempat tinggalku sekarang. Jadi, meskipun aku berada di dalam jaringannya, aku tidak belanja darinya.

Ternyata milagros sudah tersebar ke mana-mana se-Indonesia. RDC (regional distribution center)-nya ada di Cimahi, Cibinong, Tangerang, Surabaya, Medan dan Kupang. Stokisnya apalagi. Waktu itu sudah 400 orang lebih, bertebaran di sepanjang nusantara: Aceh sampai Papua. Di provinsi tempat tinggalku, Kalsel, juga sudah ada beberapa.

Tapi, sebelum aku membeli di stokis Kalsel, aku ingin membawa sendiri. Kumasukkan satu dus milagros yang masih terbungkus plastik ke dalam koper besar, kuapit dengan pakaian. Harus benar-benar rapi agar botol-botol berisi air itu bisa tersangga dengan baik—untuk ‘menghadapi’ handling bagasi dan menghindari kebocoran. Sebelum hasil packing-ku itu ‘menghadapi’ kejamnya handling bagasi, aku terlebih dahulu harus menghadapi pemeriksaan petugas bandara. Yup, aku dipanggil untuk membuka koper berisi pakaian dan 12 botol cairan itu.

Seorang petugas menyuruhku membuka koper. Seorang lagi geleng-geleng melihatku mengangkat pakaian-pakaian yang terlipat itu beberapa lembar demi beberapa lembar, memindahkan dan meletakkannya dengan hati-hati tanpa mengubah bentuk lipatannya. “Rapi banget ya packing-nya,” komentarnya. “Memang harus rapi supaya bisa muat semua,” jawabku sambil pasang senyum tanpa dosa.

Ketika bagian atas dus milagros terlihat, petugas memintaku mengeluarkannya. Kuangkatlah dengan hati-hati, menjaga agar tumpukan pakaian yang mengapitnya tetap membentuk dinding dan space yang ditinggalkan dus milagros tidak menciut. Celakanya, ketika mulai mengangkat itu aku masih belum punya ide argumentasi apapun untuk menjawab jika si petugas tidak mengijinkan si mila masuk bagasi. Kalau hanya air putih, masa sebanyak itu kubawa? Kalau kubilang itu bukan air putih biasa, bagaimana aku membuktikannya? (Ini gara-gara aku tidak memperhatikan demo produknya ketika diperagakan di depanku dua hari sebelumnya)

Pelan-pelan kuangkat dus milagros. Sambil mengincar meja petugas untuk meletakkannya—karena tidak baik jika milagros diletakkan di lantai. Alhamdulillah, begitu tulisan “milagros” di bodi depan dus itu terlihat, aku langsung dapat ide. “Yang merk ini susah betul carinya, Pak, makanya saya bawa,” ucapku langsung tancap tanpa ditanya. Setidaknya, semua petugas yang mendengar ucapanku itu tak satupun yang menyanggah. Berarti mereka memang belum pernah melihat air minum bermerk milagros.

(Kalau saja aku punya waktu, kutunggu hingga mereka selesaikan shift kerja hari itu, untuk kubagi informasi tentang minuman keren ini.)

Aku tetap harus membuka dus itu. Dibantu seorang petugas yang menggunakan pisau cutter. Kupersilakan seorang petugas mengambil salah satu botol. Ia ambil sebuah yang di tengah, ditunjukkan kepada petugas yang pertama menyuruhku membuka koper—yang tampaknya semacam berpangkat lebih tinggi dibanding yang lain. Mereka manggut-manggut melihat air bening dalam kemasan botol cantik bernuansa ungu itu. Lalu mempersilakan aku menata kembali koperku.

Ada yang berencana membawa barang langka via bandara?

Selasa, 08 Desember 2015

Terceburku ke Air Milagros


Dua bulan yang lalu aku mengambil keputusan yang memberiku identitas baru: milagroser. Yup, itu sebutanku sendiri untuk diriku sendiri. Istilah resminya—mungkin—adalah agen milagros. Well, “milagros” itu nama merk, dan sekali ini aku tidak menutup-nutupi penulisannya dengan tanda asterisk.

Aku menemukan nama “milagros” di facebook, menjadi nama belakang akun seorang teman. Yang tampak intens terlihat hampir di setiap kali aku mengakses facebook adalah seorang teman di kampung kelahiranku. (Mungkin tidak lama lagi aku pun menggunakan “milagros” sebagai nama tengah akunku ..hahaha ….)

Akhir September lalu aku mengambil cuti, mengunjungi kampung kelahiranku … dan menemukan botol milagros di meja makan di rumah orang tuaku. Kutanyakan perihal itu, kudapati jawaban bahwa bapakku yang pernah meminumnya dan berhenti dari batuk berkepanjangan yang membuat badannya susut drastis.

(Aku ingat pertama kali mendengar tentang batuk bapakku itu pada Agustus 2012. Saat itu ibuku bilang sudah 3 bulan bapak batuk-batuk. Juni 2013 aku mudik dan mendapati bapakku sudah bukan lagi seseorang berbadan gempal. Ia kurus dan terlihat tua. Kukatakan terlihat tua karena ketika badannya masih gempal berisi banyak orang mengatakan ia selalu terlihat lebih muda dibanding teman-teman seangkatannya. September 2015 ketika aku mengunjunginya lagi, bapakku tampak seperti seorang tua kurus. Tapi tidak lagi batuk-batuk.)

Katanya, dapat milagros dari teman yang kulihat intens ‘promosi’ di facebook itu. Info itu diperkuat oleh kakak perempuanku yang ternyata juga sudah rutin mengkonsumsi air minum alami itu. Ia juga bilang, seorang saudara kami sudah terdaftar sebagai agen.

Ketika bertemu dengan si biang milagros itu, kukatakan aku tertarik. Ia orang yang banyak kerjaan, tapi menyempatkan diri juga untuk datang menemuiku, menjelaskan tentang milagros, tentang produk maupun bisnisnya.

Sebelumnya, aku hanya berniat membelikan untuk bapak ibuku secara rutin. Aku hanya ingin bersepakat dengan si agen milagros itu bahwa di hari-hari kemudian aku ingin bisa menelponnya untuk mengirimkan milagros untuk orang tuaku, dan pembayarannya kutransfer saja. Tapi niat itu langsung berkembang ketika ia bilang bahwa dengan membeli 1 dus milagros (berisi 12 botol @612 ml) seharga Rp 350k aku langsung berhak untuk menjadi agen juga.

Ia juga bilang, setelah menjadi agen, aku bisa membeli 1 dus milagros hanya dengan Rp 300k. Yup, potong Rp 50k. Aku sudah berkomitmen untuk secara rutin membelikan air minum ajaib itu untuk kedua orang tuaku, jadi potongan segitu untuk setiap kali pembelian pasti jauh lebih baik daripada aku tidak mengambil hakku untuk menjadi agen pada pembelian pertamaku.

So, why not? Hari itu, Kamis sore, 1 Oktober 2015, aku hanya berniat membeli 1 dus dulu. Sinyal ponsel sedang lumayan bagus, jadi bisa langsung rergistrasi online dan mengaktifkan aku milagrosku. Tapi tidak. Tidak 1 dus. Aku langsung menambah 2 dus lagi. Karena, dengan satu kartu identitas, milagros mengijinkan kita memiliki 7 akun. Hari itu, sore itu, aku keluar modal 1,05m dan punya 3 akun milagros. Dan aku bisa langsung mengakses virtual office-ku.

Tiga dus di tanganku. Satu untuk orang tuaku, satu untuk mertuaku, dan satu lagi kubawa ke kampung tempat tinggalku.

Senin berikutnya, 5 Oktober 2015, kuterima SMS pemberitahuan dari milagros. Akun kedua dan ketigaku secara keseluruhan membuahkan komisi pertamaku di milagros, sebesar Rp 90k (aslinya Rp 100k, tapi milagros menetapkan aturan potong komisi 10% untuk maintenance virtual office). ***