Jumat, 25 Agustus 2017

Juara Satu Nasional Lagi



Aku selalu ingat pepatah Melayu: ada satu ada seribu. Apapun itu, bila sudah ada yang memulai, maka akan ada lagi yang berikutnya, dan berikutnya. 

Sekali kamu meraih prestasi, kamu akan terdorong untuk meraih prestasi berikutnya, dan berikutnya. Sekali kamu mencuri, kamu akan mencuri lagi.

(Ah, jadi ingat pepatah Sicilia: sekali kamu memaafkan seorang pencuri, dia akan mencuri lagi.)

Ini tentang Balangan. Setelah Tim SSB Batu Agung membawa pulang gelar juara pertama nasional, alhamdulillah tak lama berselang ada lagi gelar juara nasional dibawa pulang ke Balangan.

Kali ini dari ajang lomba guru berprestasi—atau semacam itu. Adalah Ahmadiyanto, seorang guru di SMP Negeri Lampihong, yang (tanggal 18 atau 19 Agustus 2017 ya?) mendapatkan gelar juara itu.

Aku bangga? Ya, Iyalah. KTP-ku Balangan. Ada orang [yang sehari-hari berkarya di] Balangan mewakili Balangan dan meraih gelar juara satu nasional.

Bahkan, secara pribadi aku bangga dan bergembira lebih dari itu. Karena, runner-up dari ajang lomba itu adalah sahabat masa remajaku, kawan se-almamater di SMP dan SMA, bahkan pernah sekelas. Ialah Herni Budiati, yang sekarang menjadi warga kota Solo dan berprofesi sebagai guru SMP di sana. (SMP Negeri 22 kah, Her?)

Itu aja. Sekadar mencatat. 😊

Selasa, 18 Juli 2017

Balangan Juara Nasional untuk Pertama Kalinya



Aku memang belum lama jadi warga Balangan. Baru 7 tahun. Sejak 2010, ketika Balangan sudah berusia 7 tahun.

Tapi aku sok yakin bahwa Balangan belum satu kalipun menjuarai atau memenangi apapun di tingkat nasional. Entah itu guru berprestasi, pertandingan olahraga, lomba ternak, kontes kehumasan, atau apapun. Belum pernah, menurutku.

Sampai akhir pekan kemarin. Tepatnya hari Minggu 9 Juli 2017, ketika anak-anak Sekolah Sepak Bola (SSB) Batu Agung—dari Desa Lok Batu Kecamatan Batumandi Kabupaten Balangan—berhasil menang tipis atas tim yang mewakili DKI Jakarta dalam laga final sepakbola Aqua Danone Nations Cup 2017 di Stadium Pakansari, Bogor, Jawa Barat.

Yup, tim sepakbola U-12 itu telah berjuang cukup panjang. Mereka pasti memulainya dari diri sendiri, lalu memantaskan diri menjadi yang terbaik di Balangan agar bisa bertanding ke tingkat Kalselteng (Kalsel dan Kalteng). Lalu menjuarai regional Kalimantan.

Di tingkat nasional, SSB Batu Agung masuk di grup A. Lawan beratnya adalah tim dari DKI Jakarta. Terbukti beratnya, karena di babak penyisihan grup itu Batu Agung kalah melawan tim ibukota itu.

Tapi perjuangan bukan hanya itu. Di pertandingan lain mereka meraih hasil maksimal sehingga masih bisa menjadi runner-up grup A, dan bersama-sama tim Jakarta naik ke perempat final. Kedua tim itu sama-sama berhasil naik lagi ke semifinal, dan bahkan akhirnya bertemu di laga final. Dan di situlah Batu Agung menunjukkan perjuangan-tanpa-kenal-menyerahnya. Mereka membalas kekalahan dari tim ibukota pada saat yang tepat. Menang 1-0 sudah membuat gelar juara nasional aqua danone nations cup 2017 berada di genggaman untuk dibawa pulang ke Balangan.

SSB Batu Agung adalah yang pertama menempatkan Balangan dalam puncak teratas di tingkat nasional. Mereka akan menjadi bagian penting dari sejarah Balangan.

Dan mereka akan ke Amerika untuk bertanding di seri internasional kejuaraan besutan perusahaan air minum—yang mengambil barang dagangannya antara lain dari bumi Indonesia.

Good luck boys!!
Best wishes for all of you.

Kamis, 22 Juni 2017

Mendahului Rasul



Rasulullah menyuruh orangtua mengajarkan anaknya sholat ketika anaknya sudah sampai umur 7 tahun. Rasulullah juga membiarkan cucu-cucunya (saat usianya masih kurang dari 7 tahun) naik ke punggung ketika beliau sedang sholat. Beliau tidak melarang cucu-cucunya melakukan itu.

Tujuh tahun.

Dan siapa muslim dewasa yang tidak pernah mendengar perihal ajaran Sang Rasul tentang kapan waktunya mengajarkan anak sholat? Dan siapa muslim dewasa yang tidak pernah mendengar kisah tentang cucu-cucu beliau yang naik ke punggung beliau ketika beliau sedang sholat?

Dan lihatlah di dekatmu. Anak TK (yang pasti usianya masih di bawah 7 tahun) diajari membaca, berhitung, doa-doa, bacaan sholat, gerakan sholat. Para orangtua beralasan: kalau lebih awal sudah bisa kan lebih baik. Para orangtua itu adalah muslim yang ingin anaknya mengerti agama. Tetapi mereka sendiri “melanggar” hadis/sunnah Rasul tentang kapan mengajari anak sholat—dan beberapa pelajaran lain.

Saya pernah bertanya kepada orangtua yang berpendapat seperti itu. Begini, “Jadi kamu pikir Rasulullah keliru? Atau kamu lebih pintar daripada Rasulullah?”

Tentu saja mereka tidak berani mengaku demikian. Tetapi tersipu-sipu malu, tidak mengungkapkan argumentasi apapun, sambil tidak mau disalahkan atas pendapat mereka itu.