Rabu, 06 Februari 2019

Bercanda di Atas Bencana Sesama


Beberapa hari ini ada kabar tentang musibah di Amrik dan Canada. Polar vortex sedang melanda mereka. Foto-foto pemandangan kota di sana seperti cuplikan dari film saking dramatisnya. Dan jadi ingat film The Day After Tomorrow, yg bercerita tentang cuaca [dan badai] superdingin di wilayah-wilayah tertentu di muka bumi sebagai dampak pemanasan global.
Memang tidak seperti gempa bumi atau tsunami yang kedatangannya sangat mendadak sehingga seketika memakan banyak korban. Tapi kondisi cuaca superdingin itu juga bencana, hanya saja orang-orang di sana masih memiliki sedikit waktu—dan mungkin sumber daya—untuk menghadapinya, atau tepatnya untuk bertahan hidup. Sedih melihat foto-foto dan membaca berita tentang musibah itu.
Tapi ada hal lain yang lebih menyedihkan terkait bencana itu. Yaitu reaksi dan komentar para netizen di negeri kita terhadap postingan. Masih banyak komen mereka yang membuat bencana itu sebagai bahan candaan. Tak menunjukkan empati. Apa karena mereka tak pernah mengalami situasi serupa? Apa mereka harus mengalaminya dulu agar tahu rasanya dan tahu bagaimana harus bersikap terhadap orang lain yang terkena bencana?
Beberapa pekan lalu juga ada media asing yang mengangkat perilaku aneh itu, yaitu minat orang-orang Indonesia untuk berfoto selfie di lokasi bencana, dan mengaplodnya di media sosial. Sama sekali tidak aneh kalau bagi sebagian orang perilaku demikian dianggap tidak normal. Atau terindikasi gangguan jiwa—dan tetap merasa berhak untuk memberikan suara dalam pemilihan umum.