Senin, 24 Februari 2020

Seluruh Waktu untuk Ibadah?



Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaku.” (Q.S adz-Dzaariyaat ayat 56)

Sebagai muslim, aku meyakini bahwa setiap kata dan kalimat di dalam al-Qur'an adalah benar. Termasuk ayat yang menyatakan bahwa Allah tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaNya. (Adz-Dzaariyaat: 56)

Di sinilah aku semakin yakin bahwa ibadah itu bukan hanya shalat, berpuasa, membaca al-Qur'an dengan suara dan alunan yang semerdu-merdunya, umrah dan haji, dan sebangsanya. Kenapa?
Karena dari keseluruhan waktu yang kita habiskan di dunia ini, hanya sebagian kecilnya saja yang kita gunakan untuk ritus-ritus ibadah itu. Sebagian besarnya kita gunakan untuk bekerja, memberikannya kepada keluarga, dan sisanya mencari kesenangan dengan menuruti hobi.

Jadi, kenapa bukan sebagian besar waktu kita untuk ibadah saja kalau kita memang diciptakan untuk beribadah kepadaNya? Atau sekalian seluruh waktu kita saja untuk ibadah.

Lalu, jadilah keinginan untuk menjadikan segala perbuatan sebagai ibadah. Dan memang seharusnya begitu—merujuk pada ayat tersebut. Bekerja adalah ibadah, karena kita bekerja dalam rangka memberi manfaat bagi keluarga maupun sesama. Bukankah sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang memberi manfaat bagi sesamanya?

Kita berbisnis adalah dalam rangka membantu sebanyak-banyaknya orang untuk memperoleh manfaat dari produk (barang maupun jasa) yang kita hasilkan/distribusikan.

Kita menghabiskan wakttu dengan keluarga dalam rangka membimbing mereka agar memiliki akhlak yang baik dan menjalani hidup di jalan yang diridhaiNya.

Kita mencari kesenangan dengan hobi agar kita semakin pandai mensyukuri segala anugerahNya.

Ibadah langsung (dengan ritus dan takaran yang sudah ditentukan) memang harus. Tetapi ibadah dalam setiap hal yang kita lakukan pasti tidak kalah penting. Insya Allah. Ibadah-ibadah yang tidak ditentukan takarannya—sehingga bisa sebanyak-banyaknya—itu tidak kalah penting. Pernah mendengar bahwa seseorang dikatakan dzalim kalau tiap tahun membelanjakan puluhan juta untuk pergi umrah tetapi masih ada tetangganya yang setiap hari harus menahan lapar karena tak mampu membeli/memperoleh makanan? itu bisa saja berarti bahwa sedekah itu lebih penting dibanding umrah. Mungkin.