Beberapa hari ini ada kabar tentang musibah di Amrik dan
Canada. Polar vortex sedang melanda mereka. Foto-foto pemandangan kota di sana
seperti cuplikan dari film saking dramatisnya. Dan jadi ingat film The Day After Tomorrow, yg bercerita
tentang cuaca [dan badai] superdingin di wilayah-wilayah tertentu di muka bumi
sebagai dampak pemanasan global.
Memang tidak seperti gempa bumi atau tsunami yang kedatangannya sangat
mendadak sehingga seketika memakan banyak korban. Tapi kondisi cuaca
superdingin itu juga bencana, hanya saja orang-orang di sana masih memiliki
sedikit waktu—dan mungkin sumber daya—untuk menghadapinya, atau tepatnya untuk
bertahan hidup. Sedih melihat foto-foto dan membaca berita tentang
musibah itu.
Tapi ada hal lain yang lebih menyedihkan terkait bencana itu. Yaitu
reaksi dan komentar para netizen di negeri kita terhadap postingan. Masih
banyak komen mereka yang membuat bencana itu sebagai bahan candaan. Tak
menunjukkan empati. Apa karena mereka tak pernah mengalami situasi serupa? Apa
mereka harus mengalaminya dulu agar tahu rasanya dan tahu bagaimana harus
bersikap terhadap orang lain yang terkena bencana?
Beberapa pekan lalu juga ada media asing yang mengangkat
perilaku aneh itu, yaitu minat orang-orang Indonesia untuk berfoto selfie di
lokasi bencana, dan mengaplodnya di media sosial. Sama sekali tidak aneh kalau
bagi sebagian orang perilaku demikian dianggap tidak normal. Atau terindikasi
gangguan jiwa—dan tetap merasa berhak untuk memberikan suara dalam pemilihan
umum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
di sini boleh komen