Beberapa waktu lalu ramai postingan tentang bumi datar
(flat earth). Itu sebuah teori yang
menentang teori, pemahaman dan ilmu pengetahuan yang selama ini kita kenal,
yaitu yang menyebutkan bahwa bumi ini berbentuk bulat seperti bola (globe—dan
kemudian kita sebut saja ini kubu globe
earth).
Banyak lucunya argumen-argumen para penganut teori
bumi datar itu. Dengan logika sederhana saja saya mencerna lucunya. Karena saya
cukup malas untuk mencari dalil-dalil ilmiah untuk merasakan kelucuan—dan
kekeliruan—teori tersebut.
Misalnya, bumi itu datar. Buktinya, tiap kita
memandang cakrawala (batas laut dan langit) yang terlihat adalah garis datar.
Kalau bumi itu bulat dengan diameter sekian, berarti setiap sekian kilometer
akan ada kelengkungan sebesar sekian sentimeter. Begitu argumen teori bumi
datar. Anehnya, di sisi lain mereka menggunakan perspektif sebagai keterbatasan
indera pandang manusia untuk membela diri dari pertanyaan kenapa kapal yang
datang dari semudera luas itu kelihatan puncak layarnya duluan ketimbang
bodinya. Lha, keterbatasan itu apa tidak berlaku untuk pandangan kita pada
kelengkungan bumi, ya? Memangnya jarak dari tempat tepi pantai ke cakrawala itu
seberapa? Lalu, dari jarak segitu, lengkungan sekian sentimeter itu harus
terlihat, begitu?
Yang aku kasihan fitnahnya pada orang-orang berjasa
besar yang sudah meninggal seperti Nicola Tesla, Isaac Newton, Galileo, dll.
Para penganut teori bumi datar itu bilang nggak ada yang namanya gravitasi.
Mereka bilang, benda-benda jatuh itu karena berat jenis. Saya memang tidak bisa
membuktikan atau mengukur yang mereka sebut gravitasi, elektromagnet atau
apapun itu. Tetapi, mendengar itu saya masih bertanya, “Lalu kenapa jatuhnya ke
bawah?” Tak ada penjelasan untuk pertanyaan sederhana itu.
(Kalau elektromagnet bumi lebih kuat sehingga menarik
apapun kepadanya (ke arah bawah), maka seharusnya paku yang kita letakkan di
permukaan meja tidak akan memilih untuk menempel ke magnet yang kita
dekatkan—karena tarikan elektromagnet bumi—dari bawah—pasti jauh lebih kuat.)
Mereka juga bilang kalau matahari itu nggak jauh, dan
menyinari secara lokal saja. Aku jadi ingat salah satu kartun favorit di tipi.
Dulu aku suka menontonnya di RTV. Di kartun itu pernah ditampilkan adegan
matahari jatuh sehingga dunia tempat para tokoh bertingkah-polah itu jadi gelap
gulita. Matahari kok jatuh? Ya, mataharinya berbentuk seperti lampu meja atau
lampu belajar gitu (dengan kap), hanya saja ukuran dan intensitas terangnya
bisa bikin dunia kartun itu terang benderang.
Atau, dalam serial kartun Gazoon, sesekali duo-jerapah sedang enak-enaknya berjalan-jalan,
lalu tahu-tahu kepala mereka terantuk bulan. Kadang-kadang para jerapah itu
dendam kepada sang bulan, atau mungkin sesekali karena sedang ingin cemilan,
mereka gigit dan makan itu bulan—persis seperti mereka merenggut dan memakan
dedaunan dari pucuk pohon. Well, bagi para penganut teori bumi datar mungkin
film kartun yang satu ini juga bukti bahwa matahari dan bulan tidak sejauh yang
kita pahami selama ini, dan bahwa kubah langit (firmanent) itu benar-benar ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
di sini boleh komen