Beberapa hari
lalu membaca berita di situs entah apa, mengutip ucapan presiden Jokowi yang
ngaku-ngaku bergetar (hatinya) kalau sedang berada di Blitar—plus frase penjelas:
kota kelahiran Bung Karno. Saat itu, seingatku nggak ada apa-apa di dunia maya
negeri ini terkait kalimat itu.
Selang satu
atau dua hari, barulah banyak terlihat hal itu menjadi senjata yang diarahkan
kepada si presiden cungkring itu. Sampai hari ini masih saja ada. Satu atau dua
hari? Entah mereka pada telmi, atau setelah ada satu atau beberapa orang yang berbagi
info yang benar tentang di mana sang proklamator dilahirkan, atau memang sedang
nggak ada senjata sehingga hal seremeh itupun akhirnya digunakan juga.
Yang jelas,
itulah hal terbesar yang dapat dinikmati oleh warga negeri ini dari reformasi
yang belasan tahun lalu perjuangannya melibatkan jutaan orang berstatus demonstran.
Kebebasan untuk ngomong apa saja. Kecanggihan teknologi melipatgandakan
kesempatan dan efeknya.
Tapi sudahlah.
Bahkan mereka yang paling rajin mengumbar komentar dan postingan pun sering
kali tidak menyadari hasil perjuangan para pejuang reformasi yang sedang mereka
nikmati. Bahkan ketika mereka menggunakan itu untuk menghujat orang lain—termasuk
pemerintah, of course.
Oke,
kembali ke kota kelahiran sang proklamator. Beberapa orang santai saja
menanggapi, bahwa apapun yang disebutkan oleh data manapun tentang di kota apa
beliau dilahirkan, itu tidak mempengaruhi ketokohan dan peran penting beliau
terhadap bangsa ini.
Saya setuju
dengan yang satu itu. Dan itu sebabnya saya tidak suka dengan iklan ucapan
ulang tahun di koran-koran yang ditujukan kepada pejabat yang umurnya genap
sekian tahun bersamaan dengan tanggal terbitnya koran tersebut. Sederhana saja,
lahir itu bukan hasil perjuangan dari si tokoh yang dilahirkan. Itu hasil
perjuangan ibunya.
Jika kita merayakan
hari lahir Kartini, itu bukan karena Kartini menjadi tokoh penting berkat
usahanya untuk hadir di dunia ini. Mungkin karena tidak ada tanggal yang pasti
saja—misalnya kapan Kartini mulai mengoperasikan ‘sekolah’ bagi anak-anak
perempuan—sehingga pemerintah kita menetapkan hari lahirnya saja sebagai moment
peringatan. Hal sama diterapkan kepada Ki Hajar Dewantara yang terlahir tanggal
2 Mei; itu bukan tanggal wisuda beliau, bukan tanggal beliau membuka sekolah,
atau semacamnya.
Dokter Soetomo
juga tokoh penting negeri ini. Hari Kebangkitan Nasional diperingati setiap
tahun. Tapi 20 Mei itu bukan tanggal lahirnya, melainkan tanggal dia dan
beberapa kawannya mendirikan organisasi modern sebagai sarana perjuangan. Itu hasil
dari upaya mereka.
Jadi, di
mana Bung Karno lahir? Sudahlah. Anda toh tidak akan mati gara-gara tidak
mengetahuinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
di sini boleh komen