Waktu memang
cepat berlalu. Tahu-tahu sudah mau bulan puasa lagi. Tinggal menghitung hari
saja. Tanda-tandanya pun sudah jelas: mulai gencar iklan sirup di TV. Pasti segera
disusul iklan sarung dan iklan obat maag. Hahaha …
Dengan harga
bensin yang fluktuatif akhir-akhir ini, kenaikan harga barang-barang kebutuhan
akan semakin kuat momentumnya. Seperti biasa, kenaikan harga bensin selalu menjadi
alasan tak terbantahkan untuk kenaikan harga berbagai macam barang, mulai dari
hasil tanam-tanaman, pupuk sampai bahan bangunan.
Kebijakan harga
bensin yang mengikuti harga minyak di pasar dunia berarti harga bensin bisa
naik atau turun setiap beberapa hari; dua minggu atau satu bulan? Sialnya,
semua orang juga tahu kalau harga bensin naik maka harga barang-barang bakal
ikut naik, dan kalau harga bensin turun harga barang-barang tidak akan
ikut-ikutan turun. Artinya, harga barang memiliki jauh lebih banyak kesempatan
untuk naik dibanding masa-masa sebelumnya.
Bulan puasa
juga akan mengangkat harga-harga itu. Bahwa Ramadhan itu bulan penuh berkah,
itu hanya tertulis di kitab-kitab atau buku-buku agama saja. Kombinasi antara tulisan
itu dan kenyataan yang kita lihat setiap kali datang bulan Ramadhan adalah sebentuk
dogma yang sangat efisien untuk mengajarkan kepada kita bahwa ajaran agama
tidak selalu sesuai untuk kehidupan sehari-hari. Atau setidaknya, bahwa ilmu
agama itu untuk akhirat saja, bukan untuk di dunia.
Mayoritas negeri
ini adalah muslim. Tetapi, mayoritas negeri ini pula berpikir bahwa kebutuhan
selama Ramadhan hingga hari raya idul fithri melebihi kebutuhan pada hari-hari
selainnya. Mayoritas negeri ini adalah muslim yang oleh Tuhannya disuruh
berpuasa selama sebulan penuh. Mungkin sebagian besar muslim di negeri ini pun
melaksanakan perintah tersebut. Tapi sangat jelas terlihat di setiap tahun, ‘partisipasi’
puluhan—atau mencapai ratusan?—juta penduduk negeri ini sama sekali tidak
membuat angka demand (permintaan akan
komoditas) menurun. Yang selalu terjadi pada angka demand justru adalah sebaliknya: meningkat [tajam] menjelang dan
selama bulan puasa, hingga selepas hari raya. Betapa ajaibnya negeri ini!
Mengeluh atas
kenaikan harga-harga? Buat apa? Untuk mengisi waktu? Untuk sekadar jadi status
di media sosial? Toh, ikut belanja lebih juga.
Berharap harga-harga
nggak usah naik menjelang bulan puasa dan hari raya? Seliar itukan impianmu?
Berharap tidak
terjadi peningkatan demand secara
besar-besaran supaya harga barang kebutuhan tidak terdongkrak naik? Bersedia/berminat
tidak ikut-ikutan belanja lebih menjelang dan selama bulan puasa? Jangan! Jangan
tidak berpartisipasi! Saya khawatir anda akan dikenai tuduhan tidak melestarikan
budaya bangsa.
Sudahlah. Semua
itu tidak merepotkan, kok. Buktinya, dengan sengaja diulang-ulang setiap
tahunnya. Nikmati saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
di sini boleh komen