Sponsorku
di milagros adalah seorang stokis. Tapi ia di kampung kelahiranku, berseberang
laut dari kampung tempat tinggalku sekarang. Jadi, meskipun aku berada di dalam
jaringannya, aku tidak belanja darinya.
Ternyata
milagros sudah tersebar ke mana-mana se-Indonesia. RDC
(regional distribution center)-nya ada di Cimahi, Cibinong, Tangerang,
Surabaya, Medan dan Kupang. Stokisnya apalagi. Waktu itu sudah 400 orang lebih,
bertebaran di sepanjang nusantara: Aceh sampai Papua. Di provinsi tempat tinggalku,
Kalsel, juga sudah ada beberapa.
Tapi,
sebelum aku membeli di stokis Kalsel, aku ingin membawa sendiri. Kumasukkan
satu dus milagros yang masih terbungkus plastik ke dalam koper besar, kuapit
dengan pakaian. Harus benar-benar rapi agar botol-botol berisi air itu bisa
tersangga dengan baik—untuk ‘menghadapi’ handling bagasi dan menghindari
kebocoran. Sebelum hasil packing-ku itu ‘menghadapi’ kejamnya handling bagasi,
aku terlebih dahulu harus menghadapi pemeriksaan petugas bandara. Yup, aku dipanggil
untuk membuka koper berisi pakaian dan 12 botol cairan itu.
Seorang
petugas menyuruhku membuka koper. Seorang lagi geleng-geleng melihatku
mengangkat pakaian-pakaian yang terlipat itu beberapa lembar demi beberapa
lembar, memindahkan dan meletakkannya dengan hati-hati tanpa mengubah bentuk
lipatannya. “Rapi banget ya packing-nya,” komentarnya. “Memang harus rapi
supaya bisa muat semua,” jawabku sambil pasang senyum tanpa dosa.
Ketika
bagian atas dus milagros terlihat, petugas memintaku mengeluarkannya. Kuangkatlah
dengan hati-hati, menjaga agar tumpukan pakaian yang mengapitnya tetap
membentuk dinding dan space yang
ditinggalkan dus milagros tidak menciut. Celakanya, ketika mulai mengangkat itu
aku masih belum punya ide argumentasi apapun untuk menjawab jika si petugas tidak
mengijinkan si mila masuk bagasi. Kalau hanya air putih, masa sebanyak itu
kubawa? Kalau kubilang itu bukan air putih biasa, bagaimana aku membuktikannya?
(Ini gara-gara aku tidak memperhatikan demo produknya ketika diperagakan di depanku
dua hari sebelumnya)
Pelan-pelan
kuangkat dus milagros. Sambil mengincar meja petugas untuk meletakkannya—karena
tidak baik jika milagros diletakkan di lantai. Alhamdulillah, begitu tulisan
“milagros” di bodi depan dus itu terlihat, aku langsung dapat ide. “Yang merk
ini susah betul carinya, Pak, makanya saya bawa,” ucapku langsung tancap tanpa
ditanya. Setidaknya, semua petugas yang mendengar ucapanku itu tak satupun yang
menyanggah. Berarti mereka memang belum pernah melihat air minum bermerk milagros.
(Kalau saja aku punya waktu, kutunggu hingga mereka selesaikan shift kerja hari itu, untuk kubagi informasi tentang minuman keren ini.)
Aku tetap
harus membuka dus itu. Dibantu seorang petugas yang menggunakan pisau cutter. Kupersilakan seorang petugas
mengambil salah satu botol. Ia ambil sebuah yang di tengah, ditunjukkan kepada
petugas yang pertama menyuruhku membuka koper—yang tampaknya semacam berpangkat
lebih tinggi dibanding yang lain. Mereka manggut-manggut melihat air bening
dalam kemasan botol cantik bernuansa ungu itu. Lalu mempersilakan aku menata
kembali koperku.
Ada yang
berencana membawa barang langka via bandara?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
di sini boleh komen