Kabupaten Balangan, tempat tinggalku saat ini, akan
menggenapkan usia 12 tahunnya. Berdiri 8 April 2003, keinginan untuk berdiri
sendiri alias berpisah dari kabupaten induknya bukanlah pemaksaan euforia
reformasi yang sedang marak di tahun-tahun itu.
Beberapa hari lalu ada yang minta padaku untuk membuatkan
ringkasan sejarah berdirinya kabupaten ini. Jadi, sekalian saja kupajang di
sini. Hehe …
Keinginan untuk menjadi kabupaten sendiri itu sudah
ada sejak tahun 1963. Di tahun itu, tepatnya 22 September, ada sesuatu
aktivitas yang dinamai Musywarah Warga Balangan. Forum itu bersepakat menyuarakan
keinginan agar Kawedanan Balangan (status daerah itu saat itu) menjadi Daerah
Swatantra Tingkat II a.k.a kabupaten bernama Balangan.
Dari forum itu juga terbentuk PPKB (Panitia Penuntutan
Kabupaten Balangan). Bertempat di SMP
N Paringin (wah, ternyata sekolahan itu udah lama banget adanya, ya!), 13
Desember 1963, PPKB berunding-runding dan menghasilkan resolusi yang berisi tuntutan
kepada pemerintah pusat agar Kawedanan Balangan dijadikan daerah otonom tingkat
II. Belakangan, resolusi itu disebut Resolusi Pertama. Hasilnya? Nothing. Pemerintah
pusat tidak memberi respon positif. Well, kita mungkin bisa membayangkan bahwa saat
itu pemerintah pusat memang masih sibuk untuk menstabilkan situasi politik dan
sosial negeri ini.
Berselang lima tahun dari kegagalan resolusi pertama,
PPKB menggelar Musyawarah Besar Warga Balangan. 29 Juli 1968 di Balai Umum
Paringin, makin banyak unsur masyarakat yang mengikuti aktivitas ini. Mereka mencetuskan
Resolusi Kedua. Kali ini tidak langsung ditujukan ke pemerintah pusat, tetapi
pakai strategi berjenjang. Mereka menuntut dan mendesak Pemerintah Kabupaten
Hulu Sungai Utara (HSU) dan DPRD-nya agar sesegeranya mengabulkan tuntutan
pendirian Balangan sebagai daerah otonomi tingkat II a.k.a kabupaten.
Berhasil? Tidak. Saat itu, negara kita masih menganut
pola sentralistik. Apa-apa yang datangnya dari bawah sangat sulit mendapatkan
respon pemerintah pusat.
Kukuhnya pola sentralistik itu cukup manjur untuk
meredam tuntutan orang Balangan untuk memiliki daerah otonom sendiri. Hingga sedikit
perkembangan menjadi sedikit pelipur lara mereka, yaitu saat pemerintah pusat
menetapkan Wilayah Balangan (yang semula kawedanan) sebagai Wilayah Kerja
Pembantu Bupati. Ini semacam naik status, walau tidak banyak.
Puas dengan status itu? Entahlah. Tapi bergantinya
orde baru menjadi orde reformasi adalah momentum dan kesempatan yang sangat
besar untuk urusan perjuangan mendirikan daerah otonom baru di negeri ini.
13 Mei 1999, lagi-lagi PPKB dan orang-orang Balangan menggelar
Musyawarah Besar Warga Balangan. Dari forum itulah lahir Resolusi Ketiga,
berisi pernyataan sikap masyarakat Balangan untuk mewujudkan berdirinya
kabupaten Balangan.
1963 ke 1999 itu 36 tahun. Selama itu pula wacana dan
keinginan untuk berpisah dari Kabupaten HSU tidak pernah benar-benar hilang
dari benak warga Balangan.
DPRD HSU, yang merasa sebagai wakil rakyat, akhirnya
membuat pernyataan resmi memberikan dukungan penuh secara politik dan dana. Surat
pernyataan itu tertanggal 4 Juli 2000. Dana? Ya, mereka mendukung proses berikutnya
dari penuntutan itu melalui APBD. Berselang dua hari, 6 Juli 2000, terbit SK
DPRD Kabupaten HSU tentang persetujuan menyalurkan aspirasi masyarakat Balangan
untuk mendirikan kabupaten Balangan. Esoknya, gantian Pemkab HSU memberikan
rekomendasi dan dukungan terhadap aspirasi tersebut.
Melalui penelitian dan beberapa pertimbangan (entah
apa aja), wilayah Balangan layak dijadikan kabupaten dan tidak akan saling
mematikan antara kabupaten induk dengan kabupaten barunya. Itu membuat Bupati
HSU berkirim surat ke DPRD setempat. Isinya, oke aja. Maka bersidanglah DPRD. Itu
11 Februari 2002, dan keputusannya adalah menyetujui pembentukan Kabupaten Balangan.
Bermodal persetujuan bupati dan DPRD, usul pembentukan
Kabupaten Balangan dititipkan ke Gubernur Kalimantan Selatan untuk dibawa ke
pemerintah pusat. Titip resminya pada 2 Maret 2002, diserahkan di Lapangan
Martasura, Paringin.
Langsung dibawa oleh Gubernur ke Menteri Dalam Negeri?
Enggak, dong! Gubernur membawanya pulang dulu, untuk di-forward ke DPRD Kalsel.
Setelah DPRD Kalsel berunding alias bersidang paripurna dan menyetujui usulan Balangan,
barulah Gubernur benar-benar membawanya kepada Mendagri.
Untung mendagrinya nggak cuek. Salah satu responnya
adalah menunjuk ditjen otonomi daerah untuk bekerjasama dengan DPR RI,
melakukan penelitian dan peninjauan langsung. Tim itu blusukan di Balangan 22
Juli 2002. Entah berapa lama mereka di sana, yang jelas hasilnya menyetujui.
Entah apa lagi prosesnya, kemudian terbitlah UU no. 2
tahun 2003. Itu UU yang menandai lahirnya Kabupaten Balangan—dan Kabupaten
Tanah Bumbu—di Kalimantan Selatan. Peresmian berdirinya oleh Menteri Dalam
Negeri yang bertindak atas nama Presiden RI, sekalian melantik penjabat bupati.
Itu terjadinya 8 April 2003. Lokasinya di Kabupaten Tanah Bumbu. Untuk Balangan,
pejabat bupati pertamanya adalah Drs. HM. Arsyad. Beliau adalah seorang putra Balangan.
Baru 12 tahun. Ibarat bocah, baru kelas 7. Itupun
kalau konsisten naik kelasnya. Gitu kata pak wabup dan pak wagub kemarin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
di sini boleh komen