Kalo sudah sehari-harinya bersepeda genjot untuk
berangkat dan pulang kerja, kalo kemudian harus menggeber gas karena sepeda
genjot sedang nggak sehat, itu rasanya jadi ada yang hilang. Bagi yang terbiasa
dan menyukai bike-to-work, di sinilah terasa efek adiktif bersepeda. Yup,
bersepeda itu bikin ketagihan.
Untungnya, aku nggak segitu addicted-nya. Bukannya aku
tidak kangen bersepeda, tetapi badanku tidak lantas pegal-pegal karena tidak
bersepeda—menuju tempat kerja—selama dua bulan.
Ternyata, absenku dari bersepeda sepanjang Januari dan
Februari kemaren membawa kerinduan-kerinduan tertentu bagi orang lain. Kerinduan
itu terungkap dengan pertanyaan-pertanyaan seperti berikut:
- - “Mana nih sepedanya?” Yang ini ditanyakan oleh seorang teman sekantor sewaktu ketemu di parkiran belakang kantor.
- - “Kok rasanya sudah agak lama ya aku nggak melihatmu bersepeda?” Yang ini ditanyakan oleh seorang kawan motoris beda kantor yang biasa menyapa ketika menyalipku di perjalanan berangkat kerja.
- - “Masih bersepeda? Saya lihat tiap pagi sampeyan menaiki tanjakan.” Yang ini diungkapkan oleh seorang pegawai perusahaan tambang yang sama sekali belum kukenal sebelumnya.
Well, beginilah risiko menjadi satu-satunya
bike-to-work-er di rute perbukitan di kota kecil tempat tinggalku. ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
di sini boleh komen