Jaman blog sedang booming belasan tahun silam, saya
memang nggak ikut-ikutan bikin ngeblog. Juga ketika frenster booming. Jangan bilang
saya ini pribadi yang kuat dan nggak gampang terbawa arus atau tren. Mungkin lebih
tepat karena saya ini gaptek.
Waktu kenal facebook, saya langsung tertarik dan join
karena berpikir di situ sudah mencakup banyak fitur yang sebelumnya tersebar di
media-media sosial. Di facebook itu bisa pasang status dan langsung dikomentari.
Jadi terasa banget lebih interaktifnya. Di situ juga bisa chatting, kirim pesan
yang orang lain nggak bisa lihat (via inbox, yang menurutku saat itu bisa jadi
pengganti email dan SMS), bisa berbagi foto [dan kemudian video juga], bisa
bikin artikel dan dibagikan ke teman-teman, membatasi siapa yang bisa baca dan
komen maupun membebaskannya untuk dibaca semua orang, juga bisa. Apalagi, di
situ juga bisa posting tulisan. Wah, jadi gak usah lagi bikin blog, tulisan
bisa ku-posting di facebook, pikirku saat itu.
Tapi memposting tulisan di facebook ternyata terasa masih
kurang. Padahal saya nggak sering-sering nulis juga. Ini pasti gejala keserakahan
yang sangat jelas.
Lalu saya join dengan blog keroyokan, yaitu semacam
blog yang bukan milik pribadi. Konkretnya, saya join di kompasiana dan
b2w-indonesia. Puas? Tidak. Ternyata saya minder di kompasiana, karena sering
kali saya ingin menulis hal-hal nggak bermutu nan remeh-temeh, dan merasa
kasihan pada para kompasioner kalau mereka harus terecoki oleh postingan nggak
penting itu. Dengan kata lain, saya merasa tidak bebas memposting tulisan di
sana—padahal itu benar-benar hanya halusinasi saya, karena tidak pernah ada
yang melarang saya memposting tulisan apapun di sana.
Di b2w-indonesia, saya lumayan menikmati menulis dan
memposting. Walaupun temanya dibatasi sekitar bersepeda, tetapi nafsu menulis
lumayan dapat pelampiasan di sana. Sayangnya, entah kenapa situs itu nggak lagi
bisa diakses sejak entah kapan menjelang 2015.
Lhoh? Kalau menulis dan posting bebas sebebas-bebasnya
itu bukannya sudah diakomodir oleh facebook? Iya, di sana saya bebas memposting
hasil ketak-ketik saya. Juga, bisa saya setting siapa-yang-bisa-membacanya. Topiknya
bebas semau saya.
Masih kurang puas juga. Artinya, gejala keserakahan
saya makin kuat.
Jadi, sekarang kenapa bikin blog? Sederhana saja. Saya
melihat penyimpanan artikel di blog lebih rapi ketimbang di facebook.
Tapi kan di blog harus aktif mempromosikan supaya
dibaca orang? Beda di facebook, yang sewaktu posting langsung terpasang di
wall-wall orang—bahkan saya nggak perlu pakai urus perijinan.
Hambuh lah! Saya hanya ingin punya tempat di mana saya
bisa menyimpan tulisan apa saja, yang paling nggak mutu sekalipun. Boleh?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
di sini boleh komen