Saya suka bersepeda untuk berangkat kerja. Walaupun rute
berangkat saya naik-turun dari kota ke perbukitan, tetapi teman-teman tidak
pernah melihat saya kecapekan sesampainya di kantor. Apa karena sudah sebegitu
terbiasanya sehingga tenagaku berlebih-lebih dibanding jarak dan trek yang
kulalui dengan bersepeda?
“Nggak capek ya? Kan sudah terbiasa?”
Pertanyaan semacam ini memang berkali-kali kuterima. Jawaban
saya yang paling sering keluar untuk pertanyaan itu adalah, “Lha kalau baru datang
aja sudah capek, lalu kapan kerjanya?”
Tapi, sesekali kujawab dengan benar juga pertanyaan
itu. “Karena saya tahu caranya bersepeda melibas tanjakan tanpa harus
capek-capek. Saya juga tahu cara bersepeda yang efisien tenaga. Capek itu kalau
boros tenaga; tenaga terbuang percuma.”
Iya, sehari-hari memang kulihat kebanyakan orang bersepeda
dengan kondisi yang tidak tepat, alias boros tenaga. Jika itu dikatakan sebagai
kesalahan, maka ada dua kesalahan yang paling banyak terjadi. Pertama, posisi
sadel sepeda yang terlalu rendah. Posisi demikian membuat tenaga banyak
terbuang. “Kalau tidak percaya, coba saja genjot gerobak tukang pentol,” begitu
yang sering kukatakan untuk menjelaskan kesalahan tersebut. (Gerobak tukang
pentol umumnya bersadel rendah, sehingga posisi duduk dan kaki penggenjotnya
mirip orang dewasa setinggi 170 cm yang naik sepeda BMX.)
Untuk balapan sepeda ala atlet, pasang sadelnya pasti tinggi
banget sehingga kaki mereka akan terentang lurus ketika pedalnya sedang di
posisi bawah. Itu bukti bahwa tenaga penggenjot akan lebih efisien kalau kakinya
bisa lurus ketika harus menginjak pedal di posisi terbawah. Sedangkan untuk
bersepeda sehari-hari, yang tidak harus kebut-kebutan ala balap sepeda, ketinggian
sadel yang pas adalah jika sepeda sedang berhenti, orangnya duduk di sadel, dan
untuk menempelkan ujung-ujung jarinya ke tanah dia harus merentangkan
lurus-lurus kedua tungkainya. Kalau kaki masih bisa ditekuk pada saat ujung jari
menyentuh tanah, berarti sadelnya masih kurang tinggi.
Kesalahan kedua, adalah pesepeda sering kali memasang
gear terlalu ringan. Sering kali saya bingung mau tertawa atau sedih melihat
kebodohan orang—terutama anak-anak sekolah—yang maunya ngebut [di jalan datar] tetapi
pasang gearnya lebih dekat ke paling ringan ketimbang ke topnya. Well, bukan
anak-anak saja yang sering melakukan kesalahan ini. Orang-orang dewasa yang bersepeda
gunung di akhir pekan dengan penampilan gagah atau sok lengkap, rutenya di
aspal keliling kota, juga sering melakukan kesalahan ini.
Apakah saya menegur mereka? Dan memberitahu teknik
atau setingan yang benar? Tidak. Karena mereka umumnya memiliki berat badan
agak berlebih, atau memang tidak cukup olahraga dalam sehari-harinya. Jadi
kupikir biar saja mereka boros tenaga. Kalau mereka bersepeda untuk cari
keringat, bukankah salah setingan itu sangat membantu mereka?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
di sini boleh komen