Membaca di
koran kemaren, seorang kriminal pengedar narkoba lolos lagi dari eksekusi mati.
Adalah seorang perempuan bernama Meirika Franola alias Ola, seorang perempuan
Indonesia yang pada 1997 menikah dengan seorang warga negara Ivory Coast
(Pantai Gading), kemudian bersama-sama mereka menjadi bandar narkoba antar
negara. Asu tenan!
Makin asu
lagi, karena kemudian si Ola itu merekrut dua orang kerabat, Rani dan Dani, untuk
join jadi pengedar narkoba.
Polisi menangkap
mereka bertiga pada tahun 2000, di bandara Cengkareng. Dalam tas masing-masing orang
rekrutan itu didapati kisaran 3 kg narkoba. Selidik-selidik, ditemukan juga beberapa
kilogram narkoba di rumah si Ola. Itu setelah terjadi baku tembak antara polisi
dengan suaminya, dan mampuslah suaminya. Proses berlanjut, ketiganya divonis
mati. Komplet pake banding, kasasi dan PK, semua member mereka vonis mati.
Sialnya,
vonis mati itu nggak segera dilaksanakan. Tahun 2012, Ola dan Dani yang dibantu
F**hat Ab**s mendapat grasi dari presiden. Vonis mati berubah jadi hukuman
seumur hidup. Sementara si Rani—yang notabene orang rekrutan si Ola—tetap
berlanjut, hingga berakhir di hadapan regu tembak di Nusakambangan 18 Januari
2015. Berita buruknya, presiden yang memberi grasi itu adalah presiden pemenang
pemilu di Indonesia. *Halah, OOT
Kurang ajarnya,
si Ola nggak berhenti jadi bandar. Bisnis narkobanya dijalankan dari balik
jeruji besi. Betul kata orang, jeruji besi bisa menghalangi langkah kaki
seseorang, tapi sama sekali tak mampu mengganggu sinyal telepon dan koneksi internet.
BNN yang memergoki kelakuan si Ola
pada 2013.
Ola diadili
di Pengadilan Negeri Tangerang pada Agustus 2014. Setelah proses yang lumayan
panjang, kemaren lusa, 2 Maret 2015, hakim di Tangerang menyatakan si Ola
terbukti bersalah menggunakan rekening untuk bisnis narkoba dari dalam penjara.
Sialnya lagi, undang-undang kita mengancaman perbuatan tersebut hanya dengan
hukuman penjara selama 15 tahun.
Asunya,
karena si Ola masih menjalani hukuman penjara seumur hidup, vonis hukumannya
jadi nihil. Mungkin logikanya begini: divonis hukuman 15 tahun atau 1700 tahun
pun, eksekusinya akan overlap dengan hukuman seumur hidup yang masih
dijalaninya.
Yang aku
nggak paham, apa si hakim itu mengira hukuman penjara seumur hidup yang
dijalani si Ola itu karena perempuan itu mengutil di toko? Atau karena
tertangkap basah menyuap pejabat negara? Atau karena memasukkan alokasi dana
anggaran di APBD mana gitu? Atau karena memalsukan dokumen kependudukan? Vai affanculo!
Rani sudah
dihukum mati. Ola, yang duluan join dengan warga negara lain untuk jadi bandar
narkoba, yang merekrut Rani, yang merupakan atasan Rani, yang ditangkap
bersama-sama Rani dan Dani, yang di rumahnya juga ditemukan 3 kiloan narkoba, masih
diberi kesempatan untuk mengurangi oksigen planet kita. Vai affanculo!
Baiklah,
berikut ini pemahaman dan ketidakpahamanku soal kasus itu. Ola itu bandar
narkoba antar negara. Menjadi bandarnya dengan berjoin dengan orang asing. Itu artinya,
si Ola itu bergabung dengan orang asing untuk merusak bangsa sendiri. Lalu, Ola
merekrut dua orang kerabatnya untuk jadi pengedar narkoba antar negara. itu
artinya, dia melipatgandakan jangkauan kerusakan bangsa oleh narkoba. Lalu, dia
dapat grasi sehingga hukuman matinya diubah menjadi hukuman seumur hidup,
tetapi ternyata dia tetap menjalankan bisnis narkoba dari dalam penjara. Itu artinya,
dia tidak berterima kasih atas kebaikan presiden. Itu artinya lagi, dia juga
melecehkan hukum di negeri ini—walaupun sering kali hukum di negara kita memang
bisa dilecehkan. Lalu, Pengadilan Negeri Tangerang yang berhasil membuktikan
kelakuan busuk si Ola (berbisnis narkoba dari dalam penjara) tidak menambahkan
hukuman apapun atas kelakuannya itu. Lagi-lagi itu artinya, si Ola masih punya
kesempatan untuk melecehkan lagi hukum negara kita. Ayo, Ola! Lakukan lagi kejahatan-kejahatan lain selagi sempat. Asal ancaman hukumannya bukan hukuman mati, itu tidak akan menambah atau memperberat hukuman yang sekarang sedang kamu jalani.
Apa hukum di negara kita tidak bisa bilang, “Kali ini kami beri kamu surat peringatan! Jika setelah ini kamu melakukan kesalahan lagi, kamu dipecat!” Di situ kadang saya merasa touwaekk.
Apa hukum di negara kita tidak bisa bilang, “Kali ini kami beri kamu surat peringatan! Jika setelah ini kamu melakukan kesalahan lagi, kamu dipecat!” Di situ kadang saya merasa touwaekk.
Ola … la!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
di sini boleh komen