Bisa bersepeda lagi ke kantor itu rasa nyammmaaaaaann ….
Nggak pake banget pun nggak apa-apa kalo nyamannya sudah nyammmaaaaaann gitu.
Di kota kecil tempat tinggalku, aku memang tergolong
rajin ber-bike-to-work—dibanding kebanyakan orang lain. Bahkan, sangat sulit
menemui orang bersepeda ke tempat kerja bila dicarinya di dua per tiga dari
rute rutinku. Yang sepertiga itu lumayan banyak yang bersepeda: anak-anak
sekolah, beberapa pegawai di sekolahan yang lokasi di area datar dalam kota, dan beberapa acil yang sehari-hari menjaga kiosnya di pasar kota.
Kenapa bersepeda ke tempat kerja? Bukan karena aku sok
green dan ramah lingkungan, karena default-ku memang lebih ramah lingkungan
dibanding orang normal. Sejak bisa mengendarai sepeda motor, di usia belasan,
aku sudah berkesimpulan bahwa untuk mobilitas dalam kota itu lebih nyaman bersepeda
genjot daripada bersepeda motor.
Bukan juga karena aku merasa perlu berolahraga rutin,
karena seumur-umur aku sehat-sehat saja, suka makan sayur, sejak lulus SMA
sudah secara sadar menyukai makanan lebih banyak berdasar gizi, bukan rasanya. Aku
juga nggak pernah kena ancaman obesitas. Bodi kerempeng sudah melekat sejak
masih ABG . Sejauh ini, menikah tidak
membuat ketebalan bodiku berubah.
Bukan juga aku menjalani bike-to-work untuk berhemat
biaya bensin. Aku beli sepeda pada April 2012, dan ber-bike-to-work sejak akhir
bulan itu—atau bulan berikutnya. Aku pake pertamax sejak Desember 2010. Dua bulan
pertama tahun ini sepedaku absen, dan aku nggak sedikitpun merasa lebih miskin
karena lebih banyak membeli pertamax dibanding bulan-bulan sepanjang 2013 dan
2014.
Jadi, ngapain sehari-hari bersepeda ke kantor? Mana treknya
naik-turun perbukitan bikin orang jiper duluan kalo mau bersepeda ke sana. Itulah.
Untungnya aku bukan orang, jadi enggak jiper. Hehe ....
Well, bersepeda itu semacam hobi. Bersepeda, bukan
sepeda. Kalo harus meluangkan waktu khusus untuk bersenang-senang dengan hobi
ini, bisa-bisa hanya sepedaku sering jadi komplek perumahan laba-laba karena
jarang dipake. Sabtu dan Minggu memang bukan hari kerja, tetapi tugas kantorku tidak
selalu ngerti warna angka di kalender. Maka jadilah, bersepeda untuk menuju
tempat kerja dan pulang kerja adalah semacam overlap antara hobi dan pekerjaan.
Anda pasti paham bagaimana bahagianya kalo hobi menjadi pekerjaan atau
pekerjaan bisa dilakukan sambil menikmati hobi. Atau, dalam kasus hobi
bersepeda dan bike-to-work, minimal menikmati hobi untuk menuju tempat kerja,
dan menikmati hobi lagi segera selepas kerja—tanpa menunggu sampe di rumah
terlebih dulu. Isn’t it nice?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
di sini boleh komen