Selasa, 02 Februari 2021

Berterima Kasih Kepada Daerah

 

Saat ini aku bekerja sebagai PNS di Kabupaten Balangan. Berawal saat aku mengajukan diri untuk ikut tes CPNS di sana. Setelah dinyatakan lolos tes dan diterima, dan sebelum mulai bekerja, kami diwajibkan menandatangani janji untuk tidak minta pindah dalam 10 tahun pertama kami bekerja. Aku setuju dan menandatangani itu. Itu belasan tahun yang lalu.

Sampai sekarang aku masih belum ada niat maupun rencana untuk minta pindah ke daerah lain. Tidak juga ke kampung halaman. Karena toh saat ini Balangan pun sudah menjadi kampung halaman bagi anak-anakku.

Begitu bekerja, artinya penghasilanku dibayar oleh pemerintah daerah. Uang yang kuhasilkan adalah uang dari daerah ini. Sebagai bentuk rasa terima kasih, kuupayakan membelanjakan uang itu di daerah ini juga. itu salah satu caraku mencintai Balangan.

Kalau aku ingin membeli sesuatu produk, aku mencarinya di Balangan dulu. Selama masih ada yang menjual produk itu di Balangan, maka prioritas tempatku membeli adalah yang di Balangan.

Aku bisa membayar tagihan listrik, air, telpon dan sebagainya cukup dengan pegang-pegang ponsel. Tapi tidak. Aku membayar tagihan listrik di counter yang dijalankan oleh orang Balangan di pasar. Tidak ke kantor pos. tidak juga ke ATM. Pulsa habis, aku beli ke kios tetangga atau di seputaran Paringin.

Kenapa repot-repot ke counter dan kios-kios orang? Karena aku mau dari uang yang kubayarkan itu ada sebagian yang masuk ke kantong mereka sebagai keuntungan usaha. Itu sebagian dari bentuk terima kasihku kepada daerah yang mempekerjakanku.

Aku tidak pernah setuju dengan teman-teman yang minta pindah dinas ke daerah asal mereka—kecuali dengan alasan (1) merawat orangtua di kampung halaman dan sama sekali tak ada saudaranya yang lebih memungkinkan untuk melakukan tugas mulia itu, dan (2) dia perempuan yang masih jomblo ketika diterima bekerja sebagai PNS di daerah ini.

Teman-teman yang sudah punya pacar—apalagi yang sudah menikah—ketika ikut tes CPNS di Balangan, dan setelah diterima dan bekerja lalu minta pindah dengan alasan mengikuti suami, atau supaya lebih banyak waktu untuk keluarga, atau karena terlalu lelah fisiknya kalau harus pergi-pulang puluhan kilometer setiap hari, itu semua bagiku bullshit. Karena dia sudah tahu risiko itu sejak sebelum mengirimkan berkas lamaran dan ikut tes.

Menurutku, negara menggaji PNS untuk bekerja membangun negeri. Membangun/memajukan daerah jika dia PNSD dan digaji oleh pemda. Kalau melamar jadi PNS di Balangan (yang tingkat kompetisinya relatif rendah) supaya lolos jadi PNS, dan berniat pindah suatu saat kelak, berarti dia melamar pekerjaan PNS untuk sekadar mencari pekerjaan dan penghidupan. Sebaik apapun dia bekerja, dia bekerja untuk dirinya sendiri, untuk menghidupi keluarganya, bukan untuk memajukan daerah tempat dia bekerja.

Apakah sesederhana itu? Pasti ada yang menjawab, “Tentu tidak, Ferguso!”

Tapi aku memilih yang sederhana saja.