Kamis, 25 Maret 2021

Belanja "Tanpa Bayar"

Suatu pagi, saat aku mandi, kulihat shampo hanya tersisa beberapa tetes. Sudah waktunya beli.

Sorenya, aku ke warung tetangga untuk beli shampo dan beberapa keperluan lain. Sabun, sikat gigi, pasta gigi, kapas pembersih telinga. Juga minyak goreng titipan istri.

Ambil barang-barang itu, bawa ke penjaga tokonya untuk dihitung berapa harus kubayar. Tapi tidak perlu aku membayar tunai. Karena aku masih punya saldo (deposit) untuk keperluan belanja.

Saldo apa?

Well, aku bekerja di salah satu kantor pemerintahan setempat. Sebagian gajiku sudah dipotong oleh kantor untuk dikonversikan jadi voucher belanja di warung-warung di seantero wilayah, dari kota sampai kampung-kampung. Jadi, di manapun aku berada, asal masih di daerah ini, aku bisa beli wafer untuk anak-anak, atau air minum. Tapi bukan milagros, karena untuk milagros di daerahku aku sendiri stokisnya … hahahaa…

Itu memang kebijakan pemerintah setempat, supaya uang yang keluar dari kas daerah sebagai gaji pegawainya tidak terlalu banyak lari ke luar daerah. Apalagi, banyak pegawai pemerintahan sini adalah orang daerah lain. Lumayan banyak yang tetap tinggal di kota sebelah, dan tiap hari berangkat-pulang untuk bekerja di kotaku.

Tak banyak yang dialihkan jadi voucher—dan tak bisa diuangkan—itu. Hanya sekitar 27 persen aja. Nggak masalah. Toh belanja bulanan rumah tangga dan makan-makan di akhir pekan pun sekitar segitu juga. Bahkan lebih.

Asiknya, warung-warung di mana voucher belanja itu berlaku bukan hanya di warung-warung kelontong, toko bangunan, warung makan dan lain-lain yang tempatnya menetap. Tapi juga berlaku di pedagang keliling semacam tukang pentol dan bakso gerobak dorong. Karena untuk operasionalnya nggak usah pakai mesin gesek ATM yang dari bank. Cukup dengan app di ponsel android milik si pedagang. Plus PIN transaksi dari pembeli—seperti halnya kalau aku kasih PIN saat belanja pakai kartu debit. Tidak seperti belanja pakai kartu kredit, belanja pakai voucher ini tidak dikenai biaya, dan tidak dibebani pajak. Jadi, antara pembeli yang pakai voucher pegawai dan pembeli yang bayar pakai uang tunai, tidak ada perbedaan harga dan biaya.

Para pedagang yang ingin bekerjasama dengan pemkab, dalam arti menerima pemakaian voucher belanja para pegawai pemerintahan, mereka cukup menginstal app yang disediakan oleh pemerintah setempat, lalu mendaftar secara online. Syarat-syaratnya gampang, dan cukup diselesaikan secara online juga. Sebangsa isi form dan unggah-unggah foto gitu lah. Omset via voucher itu direkap tiap pekan, dan ditransfer tiap malam minggu ke rekening mereka.

Semua itu dikerjakan by system aja. Seperti halnya bonus milagros yang ditransfer ke rekeningku setiap senin pagi.

Jadi, kalau di suatu akhir pekan aku terlalu bersemangat jalan-jalan ke pedesaan sampai-sampai lupa bawa duit, aku tetap bisa beli wafer dan bensin di banyak tempat di wilayah daerahku ini. Belinya tanpa harus meninggalkan KTP. Asal saldo voucherku masih ada … hehehe…

Well, ini khayalanku saja. ^_^
Tapi aku tidak mengijinkan siapapun menggunakannya tanpa seijinku. ^_-