Jumat, 08 Mei 2015

Jangan Sia-Siakan Masa Bujangmu


Status ‘bujang’—masih atau sudah—adalah anugrah. Baik bujang-dengan-pasangan maupun bujang-jomblo, tetap saja itu anugrah. Ketika masih berstatus bujang, sangat banyak hal yang bisa dilakukan tanpa harus memikirkan berkompromi dengan orang lain. Setidaknya, tidak sebanyak ketika tidak lagi bujang. Terutama terkait orang-orang terdekat.

Memang benar kata pepatah: gunakan masa mudamu sebelum datang masa tuamu. Gunakan untuk apa? Untuk bekerja mencari penghasilan? Ya, iyalah! Yang halal, tentunya. Lalu, untuk apa penghasilan itu? Ditabung? Untuk cadangan masa tua?

Nggak harus. Kenapa bukan untuk senang-senang saja? Kenapa nggak untuk mewujudkan impian-impian tentang petualangan masa muda?

Berbahagialah seorang bujang yang sudah bekerja dan mampu menafkahi diri sendiri. Apalagi kalau bisa menabung atau memiliki kelebihan pendapatan di luar kebutuhan. Kalau memiliki itu tetapi tidak dimanfaatkan, bisa-bisa menyesal di kemudiah hari, lho! Misalnya, ketika masih bujang ingin memiliki kamera DSLR tetapi tidak segera membeli ketika punya cukup uang. Setelah menikah, belum tentu kamera itu bisa dibeli meskipun isi rekening menunjukkan nominal yang cukup atau lebih. Kalimat “Ditabung buat mudik nanti” dari pasangan bisa membuat kesempatan itu hanya menjadi eutopia atau iming-iming di depan mata.

Kalau semasa bujang ingin bisa bepergian ke mana-mana, melihat tempat-tempat di sisi lain dunia yang belum pernah kalian kunjungi, sambarlah kesempatan pertama. Ketika sudah menikah, kesempatan bisa saja datang, tetapi pasangan atau anak bisa saja menjadi pemberat.

Selagi belum harus memikirkan pasangan [dan anak], dakilah puncak-puncak tertinggi di sepanjang nusantara—kalau memang hobi mendaki gunung. Pergilah ke sirkuit-sirkuit top dunia untuk menonton dengan mata kepala sendiri mobil-mobil formula-1 berkejar-kejaran. Ketika sudah menikah, biaya untuk aktivitas traveling yang sama nggak cukup dua kali lipatnya.

Selagi belum harus memikirkan pasangan [dan anak], pergilah naik haji—walaupun masih tinggal di kos-kosan. Nggak banyak, lho, anak kos naik haji.

Jadi ingat lirik sebuah nasyid: muda sebelum tua, kaya sebelum miskin, lapang sebelum sempit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

di sini boleh komen