Selasa, 05 Maret 2019

The Avengers: Civil War


Beberapa hari terakhir ada topik yang lumayan ramai jagat dunia maya. Salah satunya, tentang wacana (atau apa?) dari NU untuk menggantikan kata “kafir” dengan istilah lain—yang katanya bertujuan untuk tidak menyinggung pihak yang disebut.
Kalau tidak keliru, kafir itu ada beberapa tipe. Entah yang mana yang dituju oleh NU untuk diubah diksinya, atau mungkin keseluruhan (secara umum). Aku tidak begitu mengikuti perkembangan wacana (atau apa?) itu.

Tapi bagiku, sudah biasa di setiap agama seperti itu.
Orang Islam menyebut dirinya muslim, dan menyebut orang-orang yang tidak Islam sebagai kafir. Orang Kristen juga pasti begitu, memiliki sebutan untuk orang-orang yang tidak mengimani Kristen. Entah “domba yang tersesat” atau apa istilahnya, pasti ada. Demikian juga dalam Hindhu, Buddha, Yahudi dan semua agama, pasti ada sebutan untuk golongan di luar mereka.

Lalu, apakah itu masalah? Atau tepatnya, apakah itu perlu dipermasalahkan?

Aku seorang muslim, dan apakah aku harus tersinggung kalau aku disebut sebagai bukan Hindhu? Tidak. Justru aku suka disebut bukan Hindhu karena aku memang bukan pemeluk Hindhu, bukan golongan mereka. Begitu juga jika teman-temanku yang Kristen, Buddha, Konghucu, Yahudi dll menyebutku dengan sebutan yang diperuntukkan bagi golongan yang tidak memeluk/mengimani agama mereka, tentu saja aku justru senang.

Ya, bagiku sendiri, hal seperti itu tak perlu dipermasalahkan.

Justru aku curiga, bahwa wacana-wacana remeh seperti itu sengaja di-blow-up oleh pihak-pihak tertentu untuk memecah-belah umat Islam. Itu bagian dari peperangan melawan Islam. Persis seperti ketika musuh tidak mampu menandingi kekuatan Avengers, lalu si musuh mengupayakan agar para Avengers saling membunuh sesama timnya saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

di sini boleh komen