Senin, 04 Mei 2020

Tidak Naik … Tapi [Kok] Bertambah


Pemerintah menggratiskan tagihan listrik selama 3 bulan bagi pelanggan 450 VA—sebagai bentuk bantuan pemerintah meringankan beban ekonomi masyarakat akibat dampak pandemi covid-19. Presiden Jokowi sendiri yang mengumumkan itu pada 31 Maret lalu.

Tak sampai sepekan kemudian, seorang tetanggaku yang terbiasa membayar listrik di awal-awal bulan senyum-senyum bercerita kepada kami bahwa tagihan listriknya gratis. “Saya mau bayar tapi gratis katanya. Nggak perlu bayar, kata mbaknya,” katanya. Dia biasa membayar tagihan listrik di kantor pos. Oh, jadi yang satu ini langsung jalan tanpa PHP—nggak seperti yang tentang kewajiban membayar cicilan bank itu.

Tetapi, pada hari-hari yang bersamaan beberapa postingan di facebook mengaku biaya listriknya naik. Karena belum ada “bukti ilmiahnya”, kukira itu prasangka mereka saja. Kemudian berselang pekan seorang teman yang membeli token listrik prabayar dengan nominal 100 ribu rupiah memperoleh 62 kWh. Sebelumnya duit segitu dapatnya 67 kWh. Prasangka baikku mulai goyah.

Tanggal 16 April, seseorang—mengaku sebagai petugas PLN—datang ke rumah tempat tinggal kami, mengantarkan surat peringatan untuk segera melunasi tagihan listrik bulan tersebut. Kami pakai meteran listrik pascabayar. Di surat itu ada tambahan catatan dengan tulisan tangan, menyebutkan bahwa tagihan harus dilunasi paling lambat tanggal 18 April.

“Kok tanggal 18, Mas? Biasanya kan tanggal 20,” istriku protes.

“Iya, Bu,” jawab si Mas Pengantar Surat Peringatan itu. Ia menambahkan keterangan, bahwa untuk tiga bulan ke depan batas akhir pembayaran tagihan listrik dimajukan karena [dananya digunakan] untuk membayari pelanggan yang digratiskan.

Duerrrrr…!!

Aku merasa mendapat konfirmasi. Itu bukan postingan di facebook atau twitter. Ini juga bukan kecurigaan. Ini jawaban spontan dari seseorang yang mengantarkan surat peringatan untuk segera membayar tagihan listrik.

Kalau betul pemerintah atau PLN menaikkan tarif listrik, atau menambahkan sekian rupiah pada tagihan listrik kami, nggak pakai bilang-bilang dulu, tanpa minta ijin, bahkan tanpa pemberitahuan saat seorang pelanggan membayar tagihannya, … menurutku itu sangat tidak baik. Ini jaman transparansi. Tidak transparan itu menelikung.

Kurasa, banyak orang di negeri ini yang cukup dermawan dan mau menyumbang untuk sesamanya yang kurang mampu dalam hal ekonomi. Kalau dimintai sedekah atau sumbangan, kukira masih banyak yang mau memberi. Panitia renovasi langgar dekat rumah mengumpulkan sumbangan dari pelalu-lintas di jalan raya di depan kampung tak kurang dari 2 juta rupiah per hari. Setiap hari, lembaran terbanyaknya adalah dua ribuan. Itu membuktikan betapa banyaknya dermawan—walaupun dengan nominal masing-masing kecil—di negeri ini.

Kamu mungkin senang membantu orang miskin. Tetapi tentu sangat berbeda rasanya kalau duitmu dicuri untuk diberikan kepada orang miskin. Kan?

Sebenarnya, aku ingin menulis ini pada 16 April lalu. Tapi tertunda. Dan segera kutuliskan pada hari ini, karena hari ini, 4 Mei, kudapati berita tentang banyaknya postingan bertopik keluhan naiknya biaya listrik di salah satu media online mainstream a.k.a terkemuka negeri ini. Dan jawaban PLN yang keukeuh menyebut tidak ada kenaikan tarif listrik sejak 2017.

Jangan-jangan memang bukan harga/tarif listrik yang naik. Tetapi ada beban atau komponen baru yang ditambahkan di tagihan kita. Seperti PJU (Penerangan Jalan Umum) yang dulu pernah dibebankan sebesar 8 – 9 persen dari tiap pelanggan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

di sini boleh komen