Senin, 01 Juni 2015

Harga-harga Naik? Emang Masalah?


Waktu memang cepat berlalu. Tahu-tahu sudah mau bulan puasa lagi. Tinggal menghitung hari saja. Tanda-tandanya pun sudah jelas: mulai gencar iklan sirup di TV. Pasti segera disusul iklan sarung dan iklan obat maag. Hahaha …

Dengan harga bensin yang fluktuatif akhir-akhir ini, kenaikan harga barang-barang kebutuhan akan semakin kuat momentumnya. Seperti biasa, kenaikan harga bensin selalu menjadi alasan tak terbantahkan untuk kenaikan harga berbagai macam barang, mulai dari hasil tanam-tanaman, pupuk sampai bahan bangunan.

Kebijakan harga bensin yang mengikuti harga minyak di pasar dunia berarti harga bensin bisa naik atau turun setiap beberapa hari; dua minggu atau satu bulan? Sialnya, semua orang juga tahu kalau harga bensin naik maka harga barang-barang bakal ikut naik, dan kalau harga bensin turun harga barang-barang tidak akan ikut-ikutan turun. Artinya, harga barang memiliki jauh lebih banyak kesempatan untuk naik dibanding masa-masa sebelumnya.

Bulan puasa juga akan mengangkat harga-harga itu. Bahwa Ramadhan itu bulan penuh berkah, itu hanya tertulis di kitab-kitab atau buku-buku agama saja. Kombinasi antara tulisan itu dan kenyataan yang kita lihat setiap kali datang bulan Ramadhan adalah sebentuk dogma yang sangat efisien untuk mengajarkan kepada kita bahwa ajaran agama tidak selalu sesuai untuk kehidupan sehari-hari. Atau setidaknya, bahwa ilmu agama itu untuk akhirat saja, bukan untuk di dunia.

Mayoritas negeri ini adalah muslim. Tetapi, mayoritas negeri ini pula berpikir bahwa kebutuhan selama Ramadhan hingga hari raya idul fithri melebihi kebutuhan pada hari-hari selainnya. Mayoritas negeri ini adalah muslim yang oleh Tuhannya disuruh berpuasa selama sebulan penuh. Mungkin sebagian besar muslim di negeri ini pun melaksanakan perintah tersebut. Tapi sangat jelas terlihat di setiap tahun, ‘partisipasi’ puluhan—atau mencapai ratusan?—juta penduduk negeri ini sama sekali tidak membuat angka demand (permintaan akan komoditas) menurun. Yang selalu terjadi pada angka demand justru adalah sebaliknya: meningkat [tajam] menjelang dan selama bulan puasa, hingga selepas hari raya. Betapa ajaibnya negeri ini!

Mengeluh atas kenaikan harga-harga? Buat apa? Untuk mengisi waktu? Untuk sekadar jadi status di media sosial? Toh, ikut belanja lebih juga.

Berharap harga-harga nggak usah naik menjelang bulan puasa dan hari raya? Seliar itukan impianmu?

Berharap tidak terjadi peningkatan demand secara besar-besaran supaya harga barang kebutuhan tidak terdongkrak naik? Bersedia/berminat tidak ikut-ikutan belanja lebih menjelang dan selama bulan puasa? Jangan! Jangan tidak berpartisipasi! Saya khawatir anda akan dikenai tuduhan tidak melestarikan budaya bangsa.

Sudahlah. Semua itu tidak merepotkan, kok. Buktinya, dengan sengaja diulang-ulang setiap tahunnya. Nikmati saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

di sini boleh komen