Jumat, 05 Juni 2015

Lahir? Apa Hebatnya?


Beberapa hari lalu membaca berita di situs entah apa, mengutip ucapan presiden Jokowi yang ngaku-ngaku bergetar (hatinya) kalau sedang berada di Blitar—plus frase penjelas: kota kelahiran Bung Karno. Saat itu, seingatku nggak ada apa-apa di dunia maya negeri ini terkait kalimat itu.

Selang satu atau dua hari, barulah banyak terlihat hal itu menjadi senjata yang diarahkan kepada si presiden cungkring itu. Sampai hari ini masih saja ada. Satu atau dua hari? Entah mereka pada telmi, atau setelah ada satu atau beberapa orang yang berbagi info yang benar tentang di mana sang proklamator dilahirkan, atau memang sedang nggak ada senjata sehingga hal seremeh itupun akhirnya digunakan juga.

Yang jelas, itulah hal terbesar yang dapat dinikmati oleh warga negeri ini dari reformasi yang belasan tahun lalu perjuangannya melibatkan jutaan orang berstatus demonstran. Kebebasan untuk ngomong apa saja. Kecanggihan teknologi melipatgandakan kesempatan dan efeknya.

Tapi sudahlah. Bahkan mereka yang paling rajin mengumbar komentar dan postingan pun sering kali tidak menyadari hasil perjuangan para pejuang reformasi yang sedang mereka nikmati. Bahkan ketika mereka menggunakan itu untuk menghujat orang lain—termasuk pemerintah, of course.

Oke, kembali ke kota kelahiran sang proklamator. Beberapa orang santai saja menanggapi, bahwa apapun yang disebutkan oleh data manapun tentang di kota apa beliau dilahirkan, itu tidak mempengaruhi ketokohan dan peran penting beliau terhadap bangsa ini.

Saya setuju dengan yang satu itu. Dan itu sebabnya saya tidak suka dengan iklan ucapan ulang tahun di koran-koran yang ditujukan kepada pejabat yang umurnya genap sekian tahun bersamaan dengan tanggal terbitnya koran tersebut. Sederhana saja, lahir itu bukan hasil perjuangan dari si tokoh yang dilahirkan. Itu hasil perjuangan ibunya.

Jika kita merayakan hari lahir Kartini, itu bukan karena Kartini menjadi tokoh penting berkat usahanya untuk hadir di dunia ini. Mungkin karena tidak ada tanggal yang pasti saja—misalnya kapan Kartini mulai mengoperasikan ‘sekolah’ bagi anak-anak perempuan—sehingga pemerintah kita menetapkan hari lahirnya saja sebagai moment peringatan. Hal sama diterapkan kepada Ki Hajar Dewantara yang terlahir tanggal 2 Mei; itu bukan tanggal wisuda beliau, bukan tanggal beliau membuka sekolah, atau semacamnya.

Dokter Soetomo juga tokoh penting negeri ini. Hari Kebangkitan Nasional diperingati setiap tahun. Tapi 20 Mei itu bukan tanggal lahirnya, melainkan tanggal dia dan beberapa kawannya mendirikan organisasi modern sebagai sarana perjuangan. Itu hasil dari upaya mereka.

Jadi, di mana Bung Karno lahir? Sudahlah. Anda toh tidak akan mati gara-gara tidak mengetahuinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

di sini boleh komen