Kamis, 02 April 2015

Balangan Sejak 1963



Kabupaten Balangan, tempat tinggalku saat ini, akan menggenapkan usia 12 tahunnya. Berdiri 8 April 2003, keinginan untuk berdiri sendiri alias berpisah dari kabupaten induknya bukanlah pemaksaan euforia reformasi yang sedang marak di tahun-tahun itu.

Beberapa hari lalu ada yang minta padaku untuk membuatkan ringkasan sejarah berdirinya kabupaten ini. Jadi, sekalian saja kupajang di sini. Hehe …

Keinginan untuk menjadi kabupaten sendiri itu sudah ada sejak tahun 1963. Di tahun itu, tepatnya 22 September, ada sesuatu aktivitas yang dinamai Musywarah Warga Balangan. Forum itu bersepakat menyuarakan keinginan agar Kawedanan Balangan (status daerah itu saat itu) menjadi Daerah Swatantra Tingkat II a.k.a kabupaten bernama Balangan.

Dari forum itu juga terbentuk PPKB (Panitia Penuntutan Kabupaten Balangan). Bertempat di SMP N Paringin (wah, ternyata sekolahan itu udah lama banget adanya, ya!), 13 Desember 1963, PPKB berunding-runding dan menghasilkan resolusi yang berisi tuntutan kepada pemerintah pusat agar Kawedanan Balangan dijadikan daerah otonom tingkat II. Belakangan, resolusi itu disebut Resolusi Pertama. Hasilnya? Nothing. Pemerintah pusat tidak memberi respon positif. Well, kita mungkin bisa membayangkan bahwa saat itu pemerintah pusat memang masih sibuk untuk menstabilkan situasi politik dan sosial negeri ini.

Berselang lima tahun dari kegagalan resolusi pertama, PPKB menggelar Musyawarah Besar Warga Balangan. 29 Juli 1968 di Balai Umum Paringin, makin banyak unsur masyarakat yang mengikuti aktivitas ini. Mereka mencetuskan Resolusi Kedua. Kali ini tidak langsung ditujukan ke pemerintah pusat, tetapi pakai strategi berjenjang. Mereka menuntut dan mendesak Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) dan DPRD-nya agar sesegeranya mengabulkan tuntutan pendirian Balangan sebagai daerah otonomi tingkat II a.k.a kabupaten.

Berhasil? Tidak. Saat itu, negara kita masih menganut pola sentralistik. Apa-apa yang datangnya dari bawah sangat sulit mendapatkan respon pemerintah pusat.

Kukuhnya pola sentralistik itu cukup manjur untuk meredam tuntutan orang Balangan untuk memiliki daerah otonom sendiri. Hingga sedikit perkembangan menjadi sedikit pelipur lara mereka, yaitu saat pemerintah pusat menetapkan Wilayah Balangan (yang semula kawedanan) sebagai Wilayah Kerja Pembantu Bupati. Ini semacam naik status, walau tidak banyak.

Puas dengan status itu? Entahlah. Tapi bergantinya orde baru menjadi orde reformasi adalah momentum dan kesempatan yang sangat besar untuk urusan perjuangan mendirikan daerah otonom baru di negeri ini.
13 Mei 1999, lagi-lagi PPKB dan orang-orang Balangan menggelar Musyawarah Besar Warga Balangan. Dari forum itulah lahir Resolusi Ketiga, berisi pernyataan sikap masyarakat Balangan untuk mewujudkan berdirinya kabupaten Balangan.

1963 ke 1999 itu 36 tahun. Selama itu pula wacana dan keinginan untuk berpisah dari Kabupaten HSU tidak pernah benar-benar hilang dari benak warga Balangan.

DPRD HSU, yang merasa sebagai wakil rakyat, akhirnya membuat pernyataan resmi memberikan dukungan penuh secara politik dan dana. Surat pernyataan itu tertanggal 4 Juli 2000. Dana? Ya, mereka mendukung proses berikutnya dari penuntutan itu melalui APBD. Berselang dua hari, 6 Juli 2000, terbit SK DPRD Kabupaten HSU tentang persetujuan menyalurkan aspirasi masyarakat Balangan untuk mendirikan kabupaten Balangan. Esoknya, gantian Pemkab HSU memberikan rekomendasi dan dukungan terhadap aspirasi tersebut.

Melalui penelitian dan beberapa pertimbangan (entah apa aja), wilayah Balangan layak dijadikan kabupaten dan tidak akan saling mematikan antara kabupaten induk dengan kabupaten barunya. Itu membuat Bupati HSU berkirim surat ke DPRD setempat. Isinya, oke aja. Maka bersidanglah DPRD. Itu 11 Februari 2002, dan keputusannya adalah menyetujui pembentukan Kabupaten Balangan.

Bermodal persetujuan bupati dan DPRD, usul pembentukan Kabupaten Balangan dititipkan ke Gubernur Kalimantan Selatan untuk dibawa ke pemerintah pusat. Titip resminya pada 2 Maret 2002, diserahkan di Lapangan Martasura, Paringin.

Langsung dibawa oleh Gubernur ke Menteri Dalam Negeri? Enggak, dong! Gubernur membawanya pulang dulu, untuk di-forward ke DPRD Kalsel. Setelah DPRD Kalsel berunding alias bersidang paripurna dan menyetujui usulan Balangan, barulah Gubernur benar-benar membawanya kepada Mendagri.

Untung mendagrinya nggak cuek. Salah satu responnya adalah menunjuk ditjen otonomi daerah untuk bekerjasama dengan DPR RI, melakukan penelitian dan peninjauan langsung. Tim itu blusukan di Balangan 22 Juli 2002. Entah berapa lama mereka di sana, yang jelas hasilnya menyetujui.

Entah apa lagi prosesnya, kemudian terbitlah UU no. 2 tahun 2003. Itu UU yang menandai lahirnya Kabupaten Balangan—dan Kabupaten Tanah Bumbu—di Kalimantan Selatan. Peresmian berdirinya oleh Menteri Dalam Negeri yang bertindak atas nama Presiden RI, sekalian melantik penjabat bupati. Itu terjadinya 8 April 2003. Lokasinya di Kabupaten Tanah Bumbu. Untuk Balangan, pejabat bupati pertamanya adalah Drs. HM. Arsyad. Beliau adalah seorang putra Balangan.

Baru 12 tahun. Ibarat bocah, baru kelas 7. Itupun kalau konsisten naik kelasnya. Gitu kata pak wabup dan pak wagub kemarin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

di sini boleh komen