Minggu, 15 Maret 2015

Kesalahan Umum Para Pesepeda



Saya suka bersepeda untuk berangkat kerja. Walaupun rute berangkat saya naik-turun dari kota ke perbukitan, tetapi teman-teman tidak pernah melihat saya kecapekan sesampainya di kantor. Apa karena sudah sebegitu terbiasanya sehingga tenagaku berlebih-lebih dibanding jarak dan trek yang kulalui dengan bersepeda?

“Nggak capek ya? Kan sudah terbiasa?”

Pertanyaan semacam ini memang berkali-kali kuterima. Jawaban saya yang paling sering keluar untuk pertanyaan itu adalah, “Lha kalau baru datang aja sudah capek, lalu kapan kerjanya?”

Tapi, sesekali kujawab dengan benar juga pertanyaan itu. “Karena saya tahu caranya bersepeda melibas tanjakan tanpa harus capek-capek. Saya juga tahu cara bersepeda yang efisien tenaga. Capek itu kalau boros tenaga; tenaga terbuang percuma.”

Iya, sehari-hari memang kulihat kebanyakan orang bersepeda dengan kondisi yang tidak tepat, alias boros tenaga. Jika itu dikatakan sebagai kesalahan, maka ada dua kesalahan yang paling banyak terjadi. Pertama, posisi sadel sepeda yang terlalu rendah. Posisi demikian membuat tenaga banyak terbuang. “Kalau tidak percaya, coba saja genjot gerobak tukang pentol,” begitu yang sering kukatakan untuk menjelaskan kesalahan tersebut. (Gerobak tukang pentol umumnya bersadel rendah, sehingga posisi duduk dan kaki penggenjotnya mirip orang dewasa setinggi 170 cm yang naik sepeda BMX.)

Untuk balapan sepeda ala atlet, pasang sadelnya pasti tinggi banget sehingga kaki mereka akan terentang lurus ketika pedalnya sedang di posisi bawah. Itu bukti bahwa tenaga penggenjot akan lebih efisien kalau kakinya bisa lurus ketika harus menginjak pedal di posisi terbawah. Sedangkan untuk bersepeda sehari-hari, yang tidak harus kebut-kebutan ala balap sepeda, ketinggian sadel yang pas adalah jika sepeda sedang berhenti, orangnya duduk di sadel, dan untuk menempelkan ujung-ujung jarinya ke tanah dia harus merentangkan lurus-lurus kedua tungkainya. Kalau kaki masih bisa ditekuk pada saat ujung jari menyentuh tanah, berarti sadelnya masih kurang tinggi.

Kesalahan kedua, adalah pesepeda sering kali memasang gear terlalu ringan. Sering kali saya bingung mau tertawa atau sedih melihat kebodohan orang—terutama anak-anak sekolah—yang maunya ngebut [di jalan datar] tetapi pasang gearnya lebih dekat ke paling ringan ketimbang ke topnya. Well, bukan anak-anak saja yang sering melakukan kesalahan ini. Orang-orang dewasa yang bersepeda gunung di akhir pekan dengan penampilan gagah atau sok lengkap, rutenya di aspal keliling kota, juga sering melakukan kesalahan ini.

Apakah saya menegur mereka? Dan memberitahu teknik atau setingan yang benar? Tidak. Karena mereka umumnya memiliki berat badan agak berlebih, atau memang tidak cukup olahraga dalam sehari-harinya. Jadi kupikir biar saja mereka boros tenaga. Kalau mereka bersepeda untuk cari keringat, bukankah salah setingan itu sangat membantu mereka?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

di sini boleh komen