Jumat, 06 Maret 2015

Overlap yang Menyenangkan


Bisa bersepeda lagi ke kantor itu rasa nyammmaaaaaann …. Nggak pake banget pun nggak apa-apa kalo nyamannya sudah nyammmaaaaaann gitu.

Di kota kecil tempat tinggalku, aku memang tergolong rajin ber-bike-to-work—dibanding kebanyakan orang lain. Bahkan, sangat sulit menemui orang bersepeda ke tempat kerja bila dicarinya di dua per tiga dari rute rutinku. Yang sepertiga itu lumayan banyak yang bersepeda: anak-anak sekolah, beberapa pegawai di sekolahan yang lokasi di area datar dalam kota, dan beberapa acil yang sehari-hari menjaga kiosnya di pasar kota.

Kenapa bersepeda ke tempat kerja? Bukan karena aku sok green dan ramah lingkungan, karena default-ku memang lebih ramah lingkungan dibanding orang normal. Sejak bisa mengendarai sepeda motor, di usia belasan, aku sudah berkesimpulan bahwa untuk mobilitas dalam kota itu lebih nyaman bersepeda genjot daripada bersepeda motor.

Bukan juga karena aku merasa perlu berolahraga rutin, karena seumur-umur aku sehat-sehat saja, suka makan sayur, sejak lulus SMA sudah secara sadar menyukai makanan lebih banyak berdasar gizi, bukan rasanya. Aku juga nggak pernah kena ancaman obesitas. Bodi kerempeng sudah melekat sejak masih ABG. Sejauh ini, menikah tidak membuat ketebalan bodiku berubah.

Bukan juga aku menjalani bike-to-work untuk berhemat biaya bensin. Aku beli sepeda pada April 2012, dan ber-bike-to-work sejak akhir bulan itu—atau bulan berikutnya. Aku pake pertamax sejak Desember 2010. Dua bulan pertama tahun ini sepedaku absen, dan aku nggak sedikitpun merasa lebih miskin karena lebih banyak membeli pertamax dibanding bulan-bulan sepanjang 2013 dan 2014.

Jadi, ngapain sehari-hari bersepeda ke kantor? Mana treknya naik-turun perbukitan bikin orang jiper duluan kalo mau bersepeda ke sana. Itulah. Untungnya aku bukan orang, jadi enggak jiper. Hehe ....

Well, bersepeda itu semacam hobi. Bersepeda, bukan sepeda. Kalo harus meluangkan waktu khusus untuk bersenang-senang dengan hobi ini, bisa-bisa hanya sepedaku sering jadi komplek perumahan laba-laba karena jarang dipake. Sabtu dan Minggu memang bukan hari kerja, tetapi tugas kantorku tidak selalu ngerti warna angka di kalender. Maka jadilah, bersepeda untuk menuju tempat kerja dan pulang kerja adalah semacam overlap antara hobi dan pekerjaan. Anda pasti paham bagaimana bahagianya kalo hobi menjadi pekerjaan atau pekerjaan bisa dilakukan sambil menikmati hobi. Atau, dalam kasus hobi bersepeda dan bike-to-work, minimal menikmati hobi untuk menuju tempat kerja, dan menikmati hobi lagi segera selepas kerja—tanpa menunggu sampe di rumah terlebih dulu. Isn’t it nice?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

di sini boleh komen